Tribunpendowonews.online || Sidoarjo, - Pengelolaan obat secara mandiri tanpa pengetahuan yang memadai dapat menimbulkan risiko penggunaan obat-obatan yang tidak terkendali, seperti resistensi bakteri dan permaslahan lingkungan.
Melihat kondisi tersebut Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (UNAIR) tergerak untuk melakukan Pengabdian Masyarakat (Pengmas) di Desa Gamping, Krian, Sidoarjo (24/08/2024).
Kegiatan tersebut bertajuk: "Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Obat yang Benar di Rumah Tangga Melalui Program Brown Bag Bagi Warga Desa Gamping,Kecamatan Krian"
Adapun pendekatan yang digunakan melalui kampanye RAPIKO (Ayo Rapikan Kotak Obat di Rumah Kita) dan KOMPAK (Kotak Sampah Obat Masyarakat).
“RAPIKO mengadopsi program brown bag yang telah diterapkan di negara maju untuk mereview obat-obat pasien,” ujar Gesnita Nugraheni, ketua tim Pengmas Fakultas Farmasi UNAIR
Genita melanjutkan, bahwa masyarakat Desa Gamping dihimbau untuk membawa seluruh obat-obatan yang masih mereka simpan di rumah. Tujuannya agar masyarakat mampu mengidentifikasi asal dan pengguna obat tersebut. Kemudian mereka juga diberikan wawasan agar dapat memastikan ketepatgunaan dari penggunaan obat serta mengidentifikasi obat yang masih layak digunakan dan yang sudah tidak layak.
Setelah masyarakat memahami cara memilah dan menyimpan obat yang baik, langkah selanjutnya adalah memastikan obat yang sudah tidak layak pakai dibuang dengan cara yang benar. Inilah tujuan dari program Kotak Sampah Obat Masyarakat (KOMPAK).
Tidak sekedar menjalankan program RAPIKO dan KOMPAK, kegiatan pengabdian masyarakat ini juga mencakup sesi pemeriksaan kesehatan dan juga edukasi bagi warga. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan adalah pengukuran tekanan darah dan juga gula darah acak (GDA).
Hasil Riset Kesehatan Dasar di Indonesia menguak fakta bahwa sebanyak 103.860 rumah tangga atau 35,2% dari 249.959 rumah tangga di Indonesia dilaporkan menyimpan obat untuk swamedikasi atau pengobatan sendiri. Dari jumlah tersebut, 35,7% menyimpan obat keras dan bahkan terdapat 27,8% masyarakat yang menyimpan antibiotik. Berdasarkan data tersebut, terdapat permasalahan penting yang terkadang sering kita abaikan, yaitu penyimpanan dan pembuangan obat yang tidak tepat di masyarakat.
Adanya penggunaan antibiotik dan golongan obat keras yang lain, yang seharusnya dikonsumsi di bawah pengawasan dokter, disimpan di rumah dapat menimbulkan risiko penggunaan obat-obatan yang tidak terkendali. Dari permasalahan tersebut, banyak masalah kesehatan yang dapat muncul, misalnya jika tidak bijak menggunakan antibiotik maka dapat terjadi resistensi bakteri. Selain itu jika obat-obat yang disimpan tersebut dibuang dengan sembarangan akan memunculkan masalah lingkungan, yaitu tercemarnya lingkungan oleh sampah obat-obatan.
Kegiatan ini merupakan program pengabdian Masyarakat yang rutin dilakukan, dan tahun ini dilaksanakan dalam rangkaian HUT Kemerdekaan RI ke-79 dan Dies Natalis Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang ke-61. Kegiatan ini memiliki tujuan untuk dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan obat yang benar. Terdapat setidaknya dua inisiatif utama, yaitu, RAPIKO (Ayo Rapikan Kotak Obat di Rumah Kita) dan KOMPAK (Kotak Sampah Obat Masyarakat) yang secara bersama-bersama memberikan edukasi mengenai penggunaan obat yang tepat guna, penyimpanan dan juga pembuangan obat.
Pada pengmas ini, tim dari Fakultas Farmasi UNAIR mengadopsi program Brown Bag yang telah diterapkan di negara maju untuk mereview obat-obat pasien. Istilah Brown Bag diadaptasi menjadi RAPIKO atau meRAPI kan KOtak obat di rumah.
Masyarakat Desa Gamping dihimbau untuk membawa seluruh obat-obatan yang masih mereka simpan di rumah. Selanjutnya program RAPIKO dimulai dengan upaya penggalian informasi mengenai obat-obat yang telah dibawa.
Ada beberapa tujuan pada kegiatan ini, yaitu untuk mengidentifikasi asal dan anggota keluarga pemilik/yang menggunakan obat tersebut, memastikan ketepatgunaan dari penggunaan obat, mengidentifikasi obat yang masih layak digunakan dan yang sudah tidak layak. Sebagai contoh, Tim Fakultas Farmasi Universitas Airlangga akan memeriksa setiap obat.
Apabila obat menunjukkan tanda-tanda perubahan pada warna, tekstur, atau bau, hal ini bisa menjadi salah satu indikator mengenai ketidaklayakan obat tersebut. Pengecekan juga dilakukan berdasarkan Beyond Used Date dan Period After Opening, yaitu standar untuk menentukan obat tersebut masih layak digunakan/disimpan atau tidak. Setelah diberikan edukasi dan dilakukan penyortiran oleh Tim Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, warga Desa Gamping selanjutnya diberikan sebuah kotak yang dapat digunakan khusus untuk menyimpan obat sehingga obat-obatan yang masih dapat digunakan kembali dapat tetap terjaga kualitasnya.
Selain pemeriksaan fisik dari obat, warga desa dapat langsung berkonsultasi dengan apoteker mengenai obat-obatan yang mereka konsumsi dan bertanya mengenai bagaimana cara penggunaan obat yang benar, potensi efek samping, dan interaksi antar obat.
Ketua Kegiatan Pengabdian Masyarakat ini, apoteker (apt) Gesnita Nugraheni, S.Farm., M.Sc. menegaskan, bahwa review obat ini sangat penting untuk mencegah penggunaan obat yang salah atau berlebihan, yang dapat berujung pada risiko kesehatan yang serius. Beberapa contoh medication error yang ditemukan misalnya menggunakan antibiotik untuk sakit flu, menakar obat cair menggunakan sendok makan, serta perilaku tidak rutin minum obat penyakit kronis yang diderita seperti hipertensi dan diabetes. Diharapkan setelah mendapatkan edukasi ini, pengetahuan masyarakat akan obatnya menjadi lebih baik dan dapat mendukung keamanan pengobatan/ medication safety.
Setelah masyarakat memahami cara memilah dan menyimpan obat yang baik, langkah selanjutnya adalah memastikan obat yang sudah tidak layak pakai dibuang dengan cara yang benar. Inilah tujuan dari program Kotak Sampah Obat Masyarakat (KOMPAK). Banyak masyarakat yang belum mengetahui cara yang tepat untuk membuang obat kadaluarsa atau obat yang sudah tidak diperlukan. Selain itu, banyak dari masyarakat setempat yang masih tidak patuh pada penggunaan obat antibiotik sehingga tidak dihabiskan dan berujung harus dibuang. Lalu, sebagian dari mereka kemudian membuang obat langsung ke tempat sampah biasa atau bahkan ke saluran air, yang dapat menimbulkan risiko pencemaran lingkungan dan air.
Sehingga, Tim Fakultas Farmasi Universitas Airlangga kemudian menjelaskan mengenai bagaimana cara pembuangan obat yang baik dan benar seperti yang telah dianjurkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia.
Melalui program KOMPAK, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga kemudian mengenalkan alternatif kotak sampah khusus obat di Desa Gamping. Kotak ini didesain khusus untuk menampung berbagai jenis obat, baik tablet, kapsul, semisolid maupun cairan. Melalui program ini, masyarakat tidak perlu melakukan berbagai tahapan pembuangan obat yang baik dan benar seperti anjuran BPOM dan dapat langsung membuangnya pada kotak obat tersebut.
Selanjutnya, dari kotak sampah khusus obat tersebut akan ada tenaga kesehatan atau apoteker yang akan mengambil kemudian memusnahkan sesuai dengan prosedur yang aman dan ramah lingkungan. Program ini tidak hanya membantu mengurangi risiko pencemaran lingkungan tetapi juga meminimalkan risiko obat-obatan tersebut jatuh ke tangan yang salah atau disalahgunakan. Kegiatan ini sejalan dengan program dari BPOM RI sejak 2019 yang memulai program Ayo Buang Sampah Obat. Diharapkan dengan diperkenalkannya kotak sampah obat terpadu, masyarakat akan lebih siap apabila pemerintah melanjutkan program Ayo Buang Sampah Obat.
Reporter budi
dibaca
Posting Komentar